MATARAM- KPU telah menerbitkan SK Pemilu yang akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024 mendatang. "Nomor SK-nya tertulis nomor 12 Tahun 2022," kata Komisioner KPU NTB Agus Hilman, kemarin (7/2).
Dengan terbitnya SK itu, berarti telah resmi pemilu dilaksanakan pada tanggal itu. Selanjutnya KPU, akan menyusun jadwal tahapan Pemilu 2024.
Dalam draf tahapan yang masih sedang disusun KPU, tahapan direncanakan direncanakan dimulai tanggal 14 Juni 2022. Draf sepanjang 17 halaman itu, merencanakan seluruh rangkaian kepemiluan dari awal sampai akhir yakni Minggu 28 Oktober 2024 dengan agenda terakhir Sumpah Janji Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden.
Hanya saja, draf ini berpeluang berubah.
Menyusul perdebatan mengemuka, terkait durasi kampanye yang ideal untuk pemilu legislatif dan presiden. Perdebatan ini cukup hangat dalam satu pekan terakhir.
"Sebenarnya, Komisi Pemilihan Umum atau KPU telah merancang durasi kampanye yang lebih singkat untuk Pemilu 2024 dibandingkan dua pemilu sebelumnya," imbuhnya.
Hanya saja, kabarnya sejumlah partai politik menilai rancangan KPU itu belum ideal.
Berapa pun durasi kampanye yang kelak diputuskan harus dipastikan terwujudnya keadilan bagi peserta pemilu dan terutama pemilih.
Dasar perdebatan itu adalah Undang Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Di sana tak ditegaskan dengan detail jumlah hari ataupun bulan untuk masa kampanye pemilu legislatif dan presiden.
Pasal 276 Ayat 1 UU Pemilu hanya menyebutkan, kampanye dilaksanakan sejak tiga hari setelah ditetapkan daftar calon tetap anggota legislatif dan pasangan calon presiden wakil presiden hingga dimulainya
masa tenang.
Adapun kapan daftar calon tetap diterbitkan KPU dan kapan dimulainya tiga hari masa tenang sebelum hari pemungutan suara pemilu diserahkan sepenuhnya kepada KPU.
"Sebenarnya sebelum UU No 7 Tahun 2017 terbit, perdebatan soal durasi kampanye pun selalu muncul menjelang pemilu, saat itu," tuturnya.
Akibatnya, durasi kampanye pun berubah-ubah di setiap kali pemilu. Masa kampanye Pemilu 2014, misalnya, bisa memakan waktu selama 15 bulan. Durasi ini lantas dipangkas pada Pemilu 2019 menjadi enam bulan tiga minggu.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dikabarkan mengusulkan masa kampanye maksimal 90 hari.
Pertimbangannya, kalau masa kampanye terlalu lama dianggapakan melahirkan keterbelahan yang cukup lama di masyarakat.
Akibatnya, bisa berujung pada konflik. Apalagi, perkembangan teknologi dan media sosial dinilai mampu memaksimalkan kampanye peserta pemilu sehingga tak perlu masa kampanye yang panjang.
Keinginan Mendagri, rupanya diamini banyak partai.
“Kami mendengar kebanyakan partai ingin waktu kampanye yang lebih singkat,' jelasnya.
Hanya saja, Hilman mengatakan sepertinya banyak yang belum memahami tahapan kampanye tidak bisa berdiri-sendiri.
"Perubahan waktu penyelenggaraan masa kampanye terkait dengan tahapan lainnya. Belum lagi ada peraturan perundang-undangan lain yang harus dipertimbangkan," katanya.
KPU sudah mencoba melakukan kaji ulang, KPU masih tetap pada sikapnya. KPU kesulitan mengubah durasi kampanye 120 hari.
Yang terutama mengganjal adalah aturan soal tata cara dan alokasi waktu sengketa pencalonan, baik di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) maupun ke Pengadilan Tata Usaha Negara di UU Pemilu," jelasnya.
Selain itu, keharusan KPU mengikuti peraturan presiden tentang pengadaan barang dan jasa yang mengatur prosedur lelang logistik pemilu, terutama surat suara.
"Kalau batasan batasan waktu yang diatur dalam dua regulasi ini belum diubah, KPU sulit untuk memperpendek masa kampanye," pungkas- nya. (zad/r2)
Selengkapnya