
KPU NTB Gelar FGD Kajian Teknis Pemilu 2024: Bedah Sistem Pemilu, Kampanye, dan Transparansi Dana Kampanye
KPU NTB Gelar FGD Kajian Teknis Pemilu 2024: Bedah Sistem Pemilu, Kampanye, dan Transparansi Dana Kampanye
Focus Group Discussion (FGD) Kajian Teknis yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Senin (29/9) menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis untuk penyempurnaan penyelenggaraan Pemilu ke depan. Rekomendasi tersebut mencakup perlunya penyederhanaan sistem pemilu agar lebih mudah dipahami publik, penguatan regulasi dan pengawasan dana kampanye melalui keterlibatan lembaga keuangan, serta peningkatan akuntabilitas partai politik dalam pelaporan.
FGD yang mengangkat tema Sistem Pemilu, Kampanye, dan Dana Kampanye berdasarkan Pengalaman Langsung pada Pemilu Tahun 2024 ini dihadiri oleh jajaran KPU Kabupaten/Kota se-NTB, Bawaslu NTB, Badan Kesbangpoldagri, Biro Pemerintahan Setda Provinsi NTB, perwakilan partai politik, serta akademisi.
Ketua KPU Provinsi NTB, M. Khuwailid, menegaskan bahwa evaluasi regulasi pemilu harus terus dilakukan agar selaras dengan dinamika lapangan. “Regulasi kita perlu terus dievaluasi agar sesuai realitas lapangan dan menjamin keadilan pemilu,” ujarnya.
Anggota Divisi Teknis KPU NTB, Zuriati, menambahkan bahwa hasil kajian ini akan menjadi bahan masukan penting bagi KPU RI dalam merumuskan kebijakan kepemiluan menuju Pemilu 2029.
Dari sisi pengawasan, Anggota Bawaslu NTB, Umar Ahmad Sent, menyoroti menyoroti berbagai persoalan teknis, mulai dari praktik politik uang, kesenjangan akses politik, hingga persoalan penggunaan teknologi informasi dalam rekapitulasi yang menimbulkan salah paham di masyarakat. Ia menegaskan perlunya penguatan digitalisasi pemilu untuk meningkatkan transparansi, serta integrasi laporan dana kampanye dengan lembaga keuangan seperti OJK guna memastikan akuntabilitas.
Akademisi UIN Mataram, Dr. Agus, mengajukan tiga opsi rekomendasi sistem pemilu: proporsional tertutup, sistem gabungan, atau kembali ke sistem semula, dengan penekanan pada proporsional tertutup sebagai solusi untuk mengurangi praktik politik transaksional.
Sementara itu, perwakilan Partai Buruh NTB menyampaikan penolakan terhadap ambang batas parlemen 4% di tingkat nasional karena dianggap merugikan partai kecil. Mereka mengusulkan penerapan ambang batas hanya di tingkat daerah pemilihan (dapil) guna menjaga proporsionalitas serta menghindari terbuangnya suara rakyat.
FGD berlangsung hangat dan kolaboratif, memperlihatkan komitmen seluruh peserta untuk mendorong sistem pemilu yang lebih sederhana, adil, transparan, dan akuntabel.
Bagikan:
Dilihat 13 Kali.